كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ PECINTA RASULULLAH.COM menyajikan artikel-artikel faktual sebagai sarana berbagi ilmu dan informasi demi kelestarian aswaja di belahan bumi manapun Terimakasih atas kunjungannya semoga semua artikel di blog ini dapat bermanfaat untuk mempererat ukhwuah islamiyah antar aswaja dan jangan lupa kembali lagi yah

Rabu, 16 Juli 2014

Jokowi, Pertaruhan Terakhir Jusuf Wanandi

Jusuf Wanandi

Artikel ini untuk menanggapi kisruh quick count akibat pernyataan kemenangan prematur kubu Jokowi-JK yang menurut saya membuat situasi politik memasuki level berbahaya. Oleh karena itu bila artikel ini tidak ada perkembangan lain maka tulisan ini akan menjadi tulisan terakhir saya di Kompasiana yang sesungguhnya.

Dukungan resmi harian The Jakarta Post yang dikendalikan CSIS kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla membuktikan kebenaran analisa saya bahwa sosok misterius di belakang berbagai peristiwa yang melontarkan karir Jokowi dari Walikota Solo hingga menjadi capres dalam dua tahun, termasuk kedatangan agen CSIS bernama Agus Widjojo atas perintah Luhut Panjaitan yang belakangan ketiganya mendirikan usaha misterius tahun 2008 adalah CSIS, lembaga tanki pemikir (think tank) yang didirikan agen CIA bernama Pater Beek itu. Tentu saja dukungan purnawirawan jenderal klik Moerdani yang dekat dengan CSIS, antara lain Sutiyoso; Fachrul Razi; Ryamizard Ryacudu; Agum Gumelar; AM Hendropriyono; anak Theo Syafei (Andi Widjojanto); Agus Widjojo, Fahmi Idris; Luhut Binsar Panjaitan; Tyasno Sudarto; Soebagyo HS; Wiranto; TB Silalahi; TB Hasanuddin dll kepada pencapresan Jokowi-Jusuf Kalla semakin memperlihatkan kuatnya kendali CSIS mencengkram Jokowi.

Pemimpin CSIS adalah orang-orang yang telah berhasil memenangkan Perpera di Papua hingga masuk menjadi propinsi di Indonesia serta sukses memenangkan Golkar pada pemilu pertama di masa Orde Baru padahal kala itu masih banyak partai politik besar peninggalan Orde Lama. Jadi bisa dibilang mengolah strategi jitu guna memenangkan plebisit seperti pemilu memang keahlian CSIS yang pernah mereka gunakan untuk memenangkan Golkar selama puluhan tahun.

Tapi mengapa CSIS memilih Jokowi sebagai capres Indonesia? Apakah karena Jokowi pemimpin terbaik yang dimiliki negara ini? Dilihat dari Laporan Audit BPK terhadap Pengelolaan APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013, Jokowi jelas adalah pemimpin yang sangat buruk sebab BPK menemukan dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, aset Jakarta merosot dari Rp. 342trilyun menjadi Rp. 331trilyun; BPK juga menemukan ada 86 transaksi tidak wajar yang merugikan keuangan daerah sebesar Rp. 1,54trilyun; kekurangan penerimaan daerah sebesar Rp. 95,01miliar dan 3E (tidak efektif, tidak efisien dan tidak ekonomis) menyebabkan kerugian sebesar Rp. 23,13miliar. Selain itu banyak dari realisasi belanja APBD DKI Jakarta itu yang tidak didukung dengan bukti pertanggung jawaban.

Selanjutnya ICW menemukan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) belum tepat sasaran karena dari total 405ribu siswa penerima KJP tahun 2013, sedikitnya 19,4% bukan pihak yang berhak menerima bantuan atau salah sasaran. Permasalahan yang sama terjadi saat Jokowi menjabat Walikota Solo yang berdasarkan kesaksian Wahyu Nugroho, konsultan yang mengerjakan sistem Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS) bahwa terdapat kecurangan pada BPMKS karena siswa tidak mampu hanya berjumlah 65ribu orang, namun data yang diberikan oleh Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kota Solo kepada dirinya ada 110ribu siswa, itupun banyak nama siswa ganda dan nama siswa fiktif, sehingga merugikan daerah sekitar Rp. 12,4miliar.

Temuan BPK di atas belum termasuk fakta bahwa salah satu buah kebijakan Jokowi selaku Gubernur DKI adalah dalam setahun utang luar negeri Pemprov DKI menumpuk untuk sekedar membiayai mega proyek pencitraan Jokowi yang hari ini semuanya mangkrak sebesar Rp. 75trilyun yang mana Rp. 35trilyun adalah untuk impor 656 unit Bus TransJakarta dan Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) dari China yang karatan dan gampang rusak itu; dan proyek Mass Rapit Transit yang berutang kepada pemerintah Jepang, pembangunan monorel dan pengerukan 13 kali/sungai. Yang lebih parah Jokowi telah menetapkan Rencana Induk Metropolitan Priority Area (MPA) hingga 2020 dengan biaya 1,4trilyun yen atau Rp. 394trilyun dengan sumber utangan Japan International Cooperation Agency (JICA).

Selain itu selama debat capres berlangsung terlihat dari jawaban-jawaban Jokowi bahwa dia tidak menguasai masalah, asal bunyi, dan atas hal ini Hatta Taliwang, Direktur Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta menyimpulkan bahwa rakyat Indonesia telah disuguhkan calon pemimpin yang tidak kapabel memimpin Indonesia dan tertipu karena Jokowi tidak mempunyai kemampuan menjadi presiden. Contoh jawaban asal bunyi tersebut adalah berupa program andalan Jokowi untuk mengadakan drone yang hanya bisa dioperasikan dengan satelit sedangkan satu-satunya satelit Indonesia adalah milik Indosat yang dijual murah pada zaman Presiden Megawati sebesar Rp. 5trilyun padahal sekarang bernilai Rp. 100trilyun.

Majalah Time sendiri mengatakan bahwa Jokowi bukan pemimpin yang bagus-bagus amat http://time.com/105650/indonesias-obama-is-actually-nothing-of-the-sort/. Jadi sudah cukup jelas bahwa Jokowi sebenarnya bukan seorang pemimpin yang baik, bukan pemimpin yang bijaksana dan tidak memiliki kecakapan atau kompetensi mengurus negara ini. Kalau demikian mengapa CSIS dan pemimpinnya Jusuf Wanandi memajukan Jokowi sebagai capres untuk memimpin negeri ini? George Junus Aditjondro, saudara seperguruan Wanandi bersaudara (Markus, Jusuf, Sofyan) di Kasebul dalam artikel berjudul: CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo dan LB Moerdani, memberi petunjuk kriteria orang yang digunakan oleh CSIS:

"[CSIS] memilih bukan orang terbagus yang ada untuk jadi kader, tapi orang-orang yang punya cacat atau kekurangan, (orang yang ketahuan korup, punya skandal, bekas pemberontak, mereka yang ingin kuasa, ingin jabatan, ingin kaya cepat, dan sebagainya). Orang-orang demikian mudah diatur..."

Benar, CSIS, Jusuf dan Sofyan Wanandi serta The Jakarta Post mendukung Jokowi bukan karena dia pemimpin terbaik negara ini, tapi justru karena Jokowi adalah manusia rakus jabatan dan rakus harta tapi tidak memiliki kemampuan yang memadai sehingga mudah dikendalikan oleh CSIS. Bagaimanapun filosofi CSIS yang terkenal adalah "Kuda boleh berganti, tapi jokinya harus tetap," yang berarti presiden boleh berganti namun pengendali mereka harus tetap yaitu CSIS. Singkatnya Jokowi adalah pemimpin boneka yaitu capres boneka CSIS, atau meminjam istilah CSIS sendiri, Jokowi adalah kuda tunggangan CSIS untuk menguasai Republik Indonesia.

Keberadaan CSIS menjelaskan alasan dana kampanye Jokowi yang seperti tidak ada habisnya sebab dia memperoleh dukungan ratusan cukong-cukong terkaya di negeri ini. Darimana datangnya keajaiban para cukong berbondong mendukung Jokowi yang tidak memiliki prestasi apapun dan tidak punya kemampuan itu? tentu saja hal tersebut berkat jasa Sofyan Wanandi yang adalah pemimpin para cukong Indonesia sejak masa Orde Baru sebab dia adalah juru bicara Yayasan Prasetya Mulya dan pada masa reformasi dia adalah Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Contoh kampanye extravagan ala Jokowi yang menunjukan dana kampanye luar biasa melimpah: pembuatan dan menyiarkan iklan ilegal Bintang Toejoeh di seluruh televisi Indonesia; memakai pesawat pribadi untuk pergi ke luar Jakarta; pemasangan iklan di Facebook sebesar Rp. 8miliar/hari sejak Maret 2014 sampai hari ini; pemasangan iklan dan banyak website buatan Jasmev di semua website milik google (google plus, adsense google, youtube dll) sebesar Rp. 40miliar/hari; memodifikasi mesin pencarian demi menimbun berita negatif tentang Jokowi; menyewa 200 artis untuk konser akbar di Gelora Senayan; menyewa Kartika Djoemadi dari PT Spindoctors Indonesia untuk membentuk dan memelihara pasukan dunia maya bernama Jasmev dari 2012 sampai sekarang; menyewa konsultan politik yang menyamar sebagai lembaga survei seperti Saiful Mujani (SMRC), Eep Saefulloh Fatah (Pollmark), Denny JA dan Kuskridho Ambardi (LSI), Burhanuddin Muhtadi (Indikator Politik Indonesia), Hasan Batupahat (Cyrus Network) dll.

Keberadaan CSIS, dalang kerusuhan Malari, penjajahan Timor Leste hingga Kerusuhan 13-14 Mei 1998 menjelaskan alasan psywar dan operasi intelijen digunakan secara masif demi memastikan kemenangan Jokowi-JK, dengan contoh teranyar adalah psywar terhadap Prabowo-Hatta melalui lembagai survei pendukung Jokowi-JK (SMRC, LSI, Cyrus Network), Metro TV, dan Jasmev untuk menggiring legitimasi hasil "quick count" yang mereka lemparkan ke publik sebagai kebenaran sementara hasil real count dari Prabowo-Hatta adalah salah, termasuk mengolok-ngolok TVOne yang menyiarkan hasil quick count versi kubu Prabowo-Hatta. Terakhir melalui pemimpin survei bayaran/konsultan politik bernama Burhanuddin Muhtadi dengan pongah berani mengatakan bahwa bila KPU mengalahkan Jokowi-JK maka hasil tersebut pasti salah.

Hebat dan jumawa sekali pasukan Jokowi-JK, padahal pencetus metode quick count pada Pemilu 1997, yaitu mantan peneliti LP3ES, Agung Prihatna menemukan kejanggalan quick count versi Jokowi-JK yang telah menjadikan Jokowi sebagai Presiden versi Quick Count tersebut, antara lain:

Pertama: pada awal Juli 2014 sudah mulai keluar pernyataan dari pihak Jokowi-JK bahwa ada indikasi kecurangan.

Kedua: pada masa tenang ada tiga lembaga survei, yaitu: Charta Politica, SMRC, LSI yang pimpinannya secara terbuka berafiliasi ke capres nomor urut 2, mengumumkan Jokowi-JK unggul 3 persen dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Ketiga: pada hari pemilihan, kelompok lembaga survei seperti CSIS-Cyrus Network bersama-sama mengeluarkan hasil exit poll yang menyatakan capres nomor urut 2 unggul 3 persen dari capres nomor urut 1. Bahwa saat ini pertama kalinya ada pihak mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count yang data masuk baru mencapai 70 persen.

Menurut Agung, untuk menyampaikan informasi sampel dari daerah pelosok Papua, Medan, Sumatra, dan pulau lainnya butuh waktu sekitar satu s.d. tiga jam untuk melaporkan melalui pesan singkat (SMS) di area on spot. Hal itu mengingat tidak semua daerah zona sampling terdapat sinyal operator telepon selular.

Pertanyaan terakhir, mengapa Jusuf Wanandi dan CSIS jor-joran memastikan kemenangan Jokowi-JK? Jawabannya ada pada kalimat penutup otobiografi Jusuf Wanandi berjudul Shades of Grey pada halaman 287, yang dikutip berikut:

"Like Sofjan, I still carry my mission in life, even in retirement. I still want to understand the issues, to meet new people, to learn new things and to somehow make things better. I have a few years left in me; I have not finished yet"

Jusuf Wanandi memang cukup pintar untuk tidak menyebut secara gamblang misi hidup yang dia maksud, tapi sekarang sudah cukup jelas bahwa misi hidup terakhir bagi Jusuf Wanandi adalah menghalangi kenaikan Prabowo Subianto yang pada akhir 80an sampai 90an pernah menghancurkan impian kelompok CSIS dan Benny Moerdani untuk mendeislamisasi Indonesia dan menguasai NKRI. Pernyataan ini bukan omong kosong, sebab George Junus Aditjondro pernah mengeluarkan sebuah kesimpulan bahwa Wanandi bersaudara adalah ekstrem kanan:

"So, in a nutshell, Jusuf Wanandi and the two brothers about whom I have enough knowledge, Sofyan Wanandi and Markus Wanandi, are certainly not democrats, but rather three of the most effective destroyers of democracy in Indonesia (apart from the military and many other civilian anti-democrats). They are very right wing, they have certainly approved if not supported the anti-leftist purge in Indonesia in 1965-1966, and unlike some others of that generation, are still very proud of that 'achievement,'
then they also showed their very anti-Muslim attitude, by destroying the original Muslim parties and thereby had to destroy also the Christian political parties, and then they played a very important role in crushing nationalist feelings among the West Papuan and the Maubere peoples."

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/02/11/0071.html

Mengenai apakah Wanandi bersaudara dan CSIS akan memperoleh keinginan mereka dan memenangkan pertaruhan membawa capres tunggangan ke kursi presiden tentu harus menunggu pengumuman KPU dan (mungkin) putusan Mahkamah Konstitusi. Kendati demikian saya cukup puas sebab seandainya Jokowi-Jusuf Kalla menang, namun kemenangan tersebut sama sekali tidak muda diperoleh sebab CSIS harus mengeluarkan semua kemampuan, daya dan upaya sampai titik penghabisan dengan mempertaruhkan semua modal mereka walaupun perhitungan awal CSIS bisa menang mudah dan tebal melalui politisasi kasus 1998, tapi ternyata hanya sebagian rakyat Indonesia yang tertipu oleh ilusi CSIS.

Apapun hasil pilpres 2014, yang jelas setelah pilpres usai semua informasi rahasia terkait perbuatan CSIS di masa lalu dari Malari sampai penciptaan sosok Jokowi akan dibuka lebar bagi rakyat Indonesia dan akan ada upaya hukum membubarkan CSIS serta membawa keluarga Wanandi ke meja hijau.  

Baca Selanjutnya

Pelajaran Sejarah dan Politik untuk Joko Anwar



Awalnya saya tidak berniat membuat tulisan hanya karena seorang sutradara tanpa magnum opus bernama Joko Anwar menyatakan kegeramannya atas berita "Prabowo mengatakan pemilik The Jakarta Post brengsek," karena dengan Joko Anwar tanpa kroscek langsung "geram" saja sudah menunjukan tingkat intelektual yang bersangkutan. Tapi setelah dipikir lagi saya kuatir bila para penggemar Joko Anwar mengira bahwa idolanya benar dan Prabowo salah, maka dari itu terpaksa saya membuat tulisan ini.

Pertama tentu harus dijawab apakah Prabowo menyebut pemilik The Jakarta Post adalah orang brengsek atau kata tidak pantas lainnya? Di bawah ini adalah kalimat lengkap Prabowo yang saat itu diucapkan sambil tertawa:

"Aduh udah deh, The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis juga juga tdk diturunkan,"

Silakan lihat sendiri rekamannya: https://www.youtube.com/watch?v=PAM3wVX1kPs

Apakah keluar kata "brengsek"? Tidak. Kalau begitu apakah ada kata yang tidak pantas atau kasar keluar dari mulut Prabowo? Sama sekali tidak.

Kedua, apakah pernyataan Prabowo bahwa pemilik The Jakarta Post yaitu Sofyan Wanandi jahat dapat dibenarkan? Di bawah ini adalah beberapa "prestasi" dari pemilik The Jakarta Post yaitu Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi:

- Menurut Jenderal Soemitro Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi adalah konseptor dalam jaringan Opsusnya Ali Moertopo dan donatur dana kepada kelompok Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan islam (GUPPI) yang tidak lain adalah massa perusuh tidak dikenal pada peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) yang digarap di kantor CSIS. Sebelum terjadinya Malari, Sofyan Wanandi sering mondar-mandir ke kantor GUPPI dan menurut keterangan Roy Simanjuntak yang mengorganisir tukang becak yang kemudian ikut merusuh, Sofyan mengatakan kepadanya bahwa bila ada apa-apa sebut saja nama Soedjono dan Ali Moertopo (Massa Misterius Malari, Tempo, halaman 62-63). Bukti Jusuf Wanandi adalah orang Opsus diungkap Wikileaks:

"6. ASIDE FROM MURTONO, HOWEVER, ALI MURTOPO AND OPSUS SEEM TO HAVE DONE RATHER WELL. NUMBER TWO MAN (MARTONO) HAS LONG BEEN KNOWN AS OPSUS MAN IN OLD KOSGORO ORGANIZATION. JUSUF WANANDI (LIM BIAN KIE) HAS KEY POSITION HEADING LIST OF SECRETARIES ORGANIZED ACCCORDING TO FUNCTION, AND OPSUS STALWARTS DOMINATE AT THIS WORKING LEVEL."

https://www.wikileaks.org/plusd/cables/1973JAKART10795_b.html

- Yusuf Wanandi, dan Sofyan Wanandi adalah perancang utama penyerbuan dan okupasi Indonesia di Timor Timur selama puluhan tahun, sedangkan saudara mereka Markus Wanandi bertugas "menghancurkan" Gereja Katolik setempat guna memuluskan okupasi Indonesia. CSIS dan Wanandi bersaudara juga perancang usaha untuk menghilangkan pengaruh Islam dari Indonesia yang antara lain menyebabkan peristiwa Tanjung Priok. CSIA dan Benny Moerdani membantai secara kejam banyak penduduk Timor Timur dan kemudian mengeruk uang dari lokasi jajahan Indonesia tersebut, dan uang dari Timor Timur digunakan untuk membiayai operasi-operasi politik LB Moerdani dan CSIS (George Junus Aditjondro, CSIS, Pater Beek SJ, Ali Moertopo dan LB Moerdani).

- Kesaksian George Junus Aditjondro tentang Wanandi bersaudara antara lain:

"...So, in a nutshell, Jusuf Wanandi and the two brothers about whom I have enough knowledge, Sofyan Wanandi and Markus Wanandi, are certainly not democrats, but rather three of the most effective destroyers of democracy in Indonesia (apart from the military and many other civilian anti-democrats). They are very right wing, they have certainly approved if not supported the anti-leftist purge in Indonesia in 1965-1966, and unlike some others of that generation, are still very proud of that 'achievement,' then they also showed their very anti-Muslim attitude, by destroying the original Muslim parties and thereby had to destroy also the Christian political parties, and then they played a very important role in crushing nationalist feelings among the West Papuan and the Maubere peoples..."

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1997/02/11/0071.html

- Nama Sofyan Wanandi kembali disebut karena dia menghadiri rapat di rumah Fahmi Idris saat Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani alias LB Moerdani menguraikan rencananya untuk menjatuhkan Presiden Soeharto melalui aksi massa yang "mengejar orang cina dan gereja," Rapat ini adalah untuk pertama kalinya LB Moerdani mengungkap rencana revolusi yang kelak menjadi Kerusuhan 13-14 Mei 1998 (Salim Said, Dari Gestapu Ke Reformasi, Penerbit Mizan, hal. 316). Kerusuhan 13-14 Mei 1998 sendiri dikendalikan oleh LB Moerdani dari Hotel Ria Diani, Cibogo, kawasan Puncak Bogor dengan perusuh adalah orang-orang sipil yang dilatih oleh Benny di kawasan Gunung Salak, Bogor. (Tabloid Adil edisi No.46, 19-25 Agustus 1998).

- Sudah bukan rahasia bahwa Sofyan Wanandi adalah penyandang dana Kongres PDI di Medan yang menurunkan Megawati untuk diganti dengan Dr. Soerjadi yang melahirkan peristiwa kudatuli. Masalahnya dari buku Otobiografi Politik RO Tambunan: Membela Demokrasi dan tulisan dari Rachmawati Soekarnoputri: Membongkar Hubungan Mega dan Orba di Harian Rakyat Merdeka 31 Juli 2002 dan 1 Agustus 2002 terungkap fakta bahwa kudatuli adalah bagian dari politik dizolimi alias play victim yang dirancang oleh LB Moerdani bekerja sama dengan Megawati, dan Dr. Soerjadi, dengan tujuan menaikan seseorang dari keluarga Soekarno untuk menandingi Presiden Soeharto. Sofyan Wanandi tentu saja adalah bagian inner circle LB Moerdani di CSIS sehingga dia terlibat kudatuli.

- Nama Jusuf Wanandi dan Sofyan Wanandi juga disebut dalam dokumen-dokumen yang ditemukan di lokasi ledakan di tanah tinggi tanggal 18 Januari 1998 yang menyebut bahwa mereka berdua mendanai gerakan revolusi berdarah untuk menjatuhkan presiden Soeharto. Bunyi email tersebut adalah sebagai berikut:

"Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima, sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex [Widya Siregar] bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Jusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya."

Adapun dokumen lainnya adalah notulen berisi pertemuan “kelompok pro demokrasi” yang berlangsung di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 yang dihadiri oleh 19 aktivis mewakili 9 organisasi terdiri dari kelompok senior dan kelompok junior yang sedang merencanakan revolusi di Indonesia. Adapun yang dimaksud sebagai kelompok senior adalah sebagai berikut:

Pertama, CSIS yang bertugas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.

Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh Benny Moerdani.

Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.

Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.

Sumber: Majalah Gatra edisi 31 Januari 1998

- Sofyan Wanandi adalah orang yang memulai salah satu pembusukan karakter paling keji terhadap Prabowo ketika diwawancara Adam Schwarz mengatakan Prabowo pernah bilang akan mengusir semua orang cina sekalipun hal itu akan membuat ekonomi Indonesia muncur 20-30 tahun tapi 14 tahun setelah rumor tersebut merasuk ke sumsum rakyat Indonesia atau tahun 2012, barulah Sofyan Wanandi membantah bahwa ia pernah mengeluarkan pernyataan seperti itu dengan alasan "jurnalis salah paham."

http://gresnews.com/mobile/berita/Politik/936197-mungkinkah-ini-pelencengan-sejarah-98-sofyan-wanandi-bantah-tuding-prabowo-berencana-usir-etnis-tionghoa

- Sofyan Wanandi pernah memprovokasi Prabowo untuk mengangkat senjata dan melawan Presiden Soeharto tapi ditolak mentah-mentah oleh Prabowo. (Lee Kuan Yew, From Third World to First).

Ketiga, dari kesaksian jurnalis asing di The Jakarta Post bernama Bill Tarrant terungkap bahwa The Jakarta Post adalah bagian integral dari rencana CSIS (Jusuf Wanandi, Sofyan Wannadi, dan LB Moerdani) untuk memprovokasi agar terjadi revolusi berdarah di Indonesia sesuai pembicaraan di rumah Fahmi Idris dengan tujuan menjatuhkan presiden Soeharto yang telah mengusir CSIS dari dunia politik Indonesia karena CSIS ketahuan belangnya. Lebih jauh lagi melalui tangan Raymond Toruan dan Susanto Pudjomartono, The Jakarta Post adalah donatur utama "gerakan mahasiswa 1998" dan banyak aksi selama 1998 dilahirkan dari kantor mereka yang tidak lain adalah markas besar "gerakan mahasiswa 1998". (Bill Tarrant, Reporting Indonesia).

Melihat fakta-fakta dan bukti-bukti di atas maka kita bisa sampai kesimpulan bahwa Prabowo menyebut "jahat" kepada Sofyan Wanandi dan pemilik The Jakarta Post sebenarnya adalah masih terlalu sangat sopan dan memberi muka kepada mereka. 

Baca Selanjutnya

AKANKAH KITA BIARKAN NEGERI INI KEMBALI DIKUASAI ASING MELAUI ANTEK-ANTEKNYA?


Jika Anda sudah membaca postingan Saya, "Benang Merah .....The Art Of War".

Kita juga perlu menyegarkan kembali ingatan kita tentang sejarah politik ekonomi masa lalu. Setelah memperoleh gambaran akan adanya benang merah konspirasi global kunjungan BC, psywar media dan serangan ke Gaza. Sekarang mungkin Anda bertanya kenapa, metrotv, tribune, kompas group, tempo group dan pasukan media (cetak dan online) yang berafilisi dengan group ini begitu semangat mendewakan calon sebelah dan habis habisan membulli Pak Prabowo Subianto. Plus bangun persepsi kemenangan dengan segala cara.

Kita tahu siapa pemilik media itu sebenarnya. Silahkan googling. Diantaranya,, pemilik/pemegang saham media media itu James Riyady putra Muchtar Riyady, Antony Salim putra Liem Siu Liong, dan Sofyan Wanandi.

Apa pula benang merahnya dengan konglomerat hitam pengemplang BLBI dan kepentingannya dengan AS corporate (include perusahaan multinasionall milik warga AS keturunan Yahudi) yang menguasai tambang dan migas kita.

Mereka lakukan segala cara sebenarnya untuk melanggengkan hegemoni kekuasaan ekonnominya di negeri kita. Untuk itulah, mereka perlu Presiden boneka. Karena mereka dengan sekutunya Tiongkok dan Jepang memang secara ekonomi sudah "menjajah" kita.

Jelasnya, mari kita telusuri rekam jejak salah satu katalis mereka, Sofyan Wanandi.

Oo Siapa Dia?
Sofyan Wanandi adalah salah satu pendiri CSIS, kemudian bersama Ali Murtopo (penasehat militer) dan Sujono Humardani (penasehat ekonomi) Pak Harto kebijakan ekonomi yang diolah di CSIS dan diopersikan melalui para menteri yang dikenal kelompok mafia barkeley. Mereka diduga adalah kepanjangan tangan kepentingan AS. Dan CSIS bentukan Sofyan Wuanandi CS sebagai lembaga think thangnya.

Siapa Mafia Barkeley?
Tim ekonomi yang menjadi arsitek orde baru.
Pemimpin tidak resmi dari kelompok ini ialah Widjojo Nitisastro
Para anggotanya antara lain Emil Salim, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin, Dorodjat K, Prof. Sumarlin, Prof. Soebroto, Prof. Sadli, Prof. Ali Wardana, Prof. Emil Salim). Mereka diyakini ekonom-para menteri kepanjangan kepentingan AS; Mereka patut diduga orang-orang yg paling bertanggung jawab atas segala kekacauan ekonomi dan politik dimasa orde baru. Merekalah yang membidani lahirnya konglomerat hitam pengemplang BLBI. Di lain pihak kesenjangan ekonomi semakin parah.

Sa'at Pak Harto menyadari telah memelihara anak harimau yang setelah kuat hendak menerkam "soft kudeta" dengan berbagai konspirasi. Dengan teguh Pak Harto di kawal ummat Islam sekuat tenaga mengembalikan jati diri ekonomi-politik bangsa. Merombak formasi para pembantunya, Menolak setiap wapres yang disodorkan kelompok ini, memperkuat Ummat Islam dengan restu mendirikan ICMI dll. Mengizikan anak-anaknya menjadi pengusaha untuk imbangi kekuatan ekonomi konglo taipan yang waktu itu ditentang mereka dengan tuduhan KKN, hingga terahir mengangkat Pak Habibie sebagai Wapres. Memuncaklah kemarahan mereka. Dibuat skenario untuk melumpuhkan kekuasaan Pak Harto. Caranya, buat ekonomi Indonesia bangkrut. Soros borong dollar, konglo hitam larikan assetnya, ngeplang hutang dan distribusi sembako yang telah dikuasainya dibuat langka. PHK dan kesulitan ekonomi di mana mana. Mereka gagal dengan cara kuasai birokrasi strategis, posisi militer strategis, diplomasi untuk menaklukkan Pak Harto. Lalu mereka lumpuhkan dengan ciptakan tsunami ekonomi. Hanya rakyat yang lapar yang bisa menggerakan massa (pemuda dan mahasiswa).
Upaya reformasi totalnya gagal dan agenda reformasi perlahan terus berjalan.

Kini peluang come back fulll tengah didesign, dengan berbagai cara mereka ingin memperkuat cengkeramanya di bumi pertiwi. Mereka ingin melanjutkan agendanya hingga ke level Presiden RI-nya orang yang bisa mereka kendalikan. Itulah mengapa media mereka begitu masiv menabrak akal sehat meuncuci otak anak negeri.
Lalu apa tindakan Anda sebagai anak bangsa?

Baca Selanjutnya

Tribune Kompas kembali membuat berita bohong.

Nanik S Deyang mantan anggota tim sukses jokowi yang sekarang mendukung prabowo
Tribune (Kompas) kembali membuat berita bohong. Kok betah ya wartawan Tribune itu membuat berita bohong. Dimana nurani seorang wartawan, padahal seorang wartawan itu harus punya kejujuran. Seperti saat hari pencoblosan, mereka tulis " Prabowo Ngamuk Pada Waratawan"...kemarin mereka tulis "Prabowo Marah Pada The Jakarta Post dengan Mengeluarkan kata-Kata Yang Tidak Pantas".
Yg Berita pertama soal Pak Prabowo marah di Hambalang , langsung dibantah oleh wartawan yg di up load fotonya ke youtube oleh temannya, dan wartawati yg disebut dimarahi Pak PS itu malah membantah sendiri kalau Pak PS marah-marah pada wartawan di rumahnya, Hambalang usai pencoblosan.

Oke saya akan cerita apa yg saya lihat yang berkait dengan wartawan The Jakarta Post, semoga nanti anda semua bisa menyimpulkan sendiri, bagaimana sebetulnya berita yg ditulis Tribune tersebut .

Ceritanya begini, kemarin sore sehabis acara deklarasi merah putih di Tugu Proklamasi, Pak PS digiring orangnya ARB, Rizal Malarangeng ke kantornya Freedom Institut. Rizal ternyata membuat ruangan Media Center Prabowo-Hatta , khusus untuk media asing. Saya ulang MEDIA CENTER KHUSUS MEDIA ASING.

Dalam rangka "meresmikan" tempat tersebut, Rizal minta Direktur Media dan Komunikasi Timkamnas, Budi Purnomo, mengundang wartawan asing dari media asing. Jadi acara kemarin sore itu diperuntukkan untuk wartawan dan media ASING, bukan wartawan nasional.

Nah, dalam kesempatan itu hadir sekitar 20 wartawan dari media asing....namun tiba2 wartawan nasional yg habis meliput deklarasi langsung merangsek masuk, meski sebagian tau diri tidak ikut dalam jumpa pers tersebut.

Rizal kemudian memberi kesempatan Pak PS untuk maju ke podium , menyampaikan sedikit pengantar, dan dilanjutkan tanya -jawab semua dalam BAHASA INGGRIS. Setelah menjawab beberapa pertanyaan beberapa wartawan, tiba-tiba seorang wartawan cewek bukan bule mengacungkan tangan. Dia kemudian menyebut dari The Jakarta Postt. Dengan tertawa-tawa...saya ulang lagi dengan tertawa-tawa, dalam bahasa Inggris, PAk PS menolak apapun pertanyaan Jakarta Post, karena menurut Pak PS The Jakarta Post sudah menjadi media partisan. Media yg tidak adil. Si wartawati pun menerima tolakan Pak Prabowo juga tidak merengut tapi juga tertawa-tawa, sambil janji akan memuat apapun jawaban Pak PS, tapi Pak PS lagi-lagi dengan tertawa bilang tdk mau, karena takut dipelintir jawabannya.

Nah usai tanya-jawab, Pak PS menyalami semua wartawan, termasuk wartawati Jakarta Post . SAYA PERSIS BERDIRI DI BELAKANG (ngikuti dari belakang Pak PS), saat menyalami wartawati The Jakarta Post , si wartawati coba mau tanya lagi tapi dalam bahasa Indonesia " Aduh udah deh , The Jakarta Post itu jahat. Pemilik The Jakarta Post Sofyan Wanandi itu jahat. Coba gimana gak jahat, kita bantah gak dimuat. Saya pernah buat artikel yg saya tulis sendiri tidak dimuat, ada orang sy yg nulis juga juga tdk diturunkan," kata Pak PS sambil tertawa, dan berlalu, karena banyak wartawan asing lainnya yg mencegat, dan dari belakang saya bilang .."Ayo pak , sudah Pak, gak usah diladeni , Bapak belum salat Maghrib" . saya mendorong Pak PS dari belakang, kemudian sambil jalan , karena wartawati The Jakarta Post tersebut tetap bertanya maka akhirnya Pak PS nyahuti dan menjawab pertanyaan sang wartawan, yitu mengenai tujuan deklarasi Merah Putih.

Nah, mari kita lihat kejanggalan berita Tribune, dan sopan santunnya sebagai media:

1. Acara tersebut untuk wartawan atau media asing, lalu kalau kemudian Tribun masuk ruangan kemudian membuat berita, dan beritanya tdk sesui fakta, karena faktanya seperti di atas, dan apa yg saya tulis ini bisa dikonfirmasi ke wartawan asing, berarti dia (media dan wartawan Tribune) melakukan kebohongan publik, dan mencuri informasi. Karena sudah tdk diundang ikut jadi penyelundup di antara wrtawan asing, dan membuat berita yg tdk benar. Mengapa kebohongan publik, karena omongan kasar seperti yg ditulis di Tribune itu sama sekali tidak dilontarkan Pak PS. Ingat Pak PS tidak pernah bicara kasar, bicara tegas iya, tapi bicara kasar, sampai seolah kata-katanya tdk layak ditampilkan di media, saya pastikan tidak! Saya jadi pengin tau, wartawan Tribune itu punya rekamannya nggak?

2. The Jakarta Post itu sebetulnya media asing atau media lokal berbahasa Inggris , lalu kalau media tersebut ikut jumpa pers media asing, dan saat Pak PS ditanya tdk mau jawab , salah atau benar? Kan juga sah-saha saja bapak tdk menjawab, lha wong yg diundang media asing.

3. Saat bapak bicara dalam bahasa Indonesia (saat nyalami wartawati The Jakarta Post) , posisi bapak ada di tengah-tegangah wartawan asing, dan saya lihat beberapa orang bukan bule, mungkin wartawan nasional berdiri di belakang . Nah kalau sy yg dekat saja, tidak mendengar Pak PS ngomong kasar, bagaimana wartawan Tribune yg berdiri jauh (karena selain saya yg mengerumuni Pak PS wartawan bule) nulis berita itu kok dengar Pak PS ngomong kasar . INGAT , wartawati dan Pak PS dalam posisi tertawa-tawa. Kalau wartawati The Jakarta Post ini jujur, dia mustinya bisa mengatakan "BOHONG BESAR" atas berita tersebut, tapi apakah mau wartawati The Jakarta Post mau membela Pak PS? Ingat The Jakarta Post selain milik
Sofyan Wanandi, juga milik Kompas dan Tempo, dan anda semua tau bagaimana seikap media tersebut ke Pak PS.
Nah, demikian tulisan ini saya buat, ini bulan puasa, adalah sebuah dosa besar apabila sy melakukan pembohongan atas tulisan ini, dan bila ada yg mengenal wartawan asing, maka apa yg saya tulis ini bisa dikonfirmasikan.
Saya mantan wartawan, meski sy mendukung Pak PS, apapun yg saya katakan bisa dipertangungjawabkan, di hadapan Allah SWT, di hadapan hukum dan masyarakat.

Satu catatan kecil, di perusahaan kami, sema wartawan media dididik tidak bohong itulah sebabnya, meski mereka suka gengsi untuk merekam, maka para Pimred di media kami mewajibkan anak-buahnya untuk merekam, apapun yg dikatakan nara sumber, sehingga semua berita yg disuguhkan bisa dipertangungjawabkan, dan bukan membuat berita dengan cara MENGARANG BEBAS.

Satu catatan lagi, Tribune saat ini juga dilaporkan Fadlizon ke polisi, atas tulisannya mengenai fitnah Fadlizon bagi-bagi duit di Semarang. Padahal kejadian yg sebenarnya, ada orang miskin nyegat Fadlizon saat berjalan, dan Fadli gak tega kemudian memberi uang Rp 150 ribu. Eh di sebelah orang miskin itu ternyata ada pengemis, dan FAdli memberi Rp 100 ribu. Bayangkan kalau apa yg dilakukan Fadli iu dalam rangka money politic, masak memberi uang dalam keadaan terbuka, dan hanya pada dua orang. Itulah yg kemudian yg menjadi dasar Fadlizon, melaporkan Tribune ke Polisi, krn melakukan pencemaran nama baik.

Baca Selanjutnya

Jumat, 11 Juli 2014

Tim Jokowi-JK Tertangkap Lakukan Serangan Fajar


INILAHCOM, Jakarta - Seorang pendukung Jokowi-JK, tertangkap tangan melakukan money politik dan serangan fajar kepada warga. Malam-malam, mereka membagikan Kartu Indonesia Sehat milik pasangan nomor urut 2 ini.






Penangkapan dilakukan oleh relawan Prabowo-Hatta, di Desa Karangjati, Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

"Pelaku bernama Kasmuri, Ketua RT di Krengkeng, Karangjati. Pelaku bersama dua orang temannya kedapatan membagi-bagikan Kartu Indonesia Sehat, dan rencananya akan membagikan sembako ke warga pada Selasa (8/7/2014) malam. Pelaku lantas digiring ke Bawaslu setempat untuk diproses secara hukum," ujar Anggota tim sukses Prabowo Hatta, Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Hasyim, Selasa (8/7/2014) malam.

Menanggapi penangkapan tersebut, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PKS Jateng, Hadi Santoso, mengatakan pihaknya sangat menyayangkan aksi money politic yang dilakukan malam sebelum pemungutan suara tersebut terjadi di sejumlah tempat di Jawa Tengah.

"Informasi dari relawan Prabowo-Hatta di lapangan, money politic tersebut terjadi di beberapa tempat, antara lain Boyolali, Sragen, Karangayar, Banyumas," jelasnya.

Terkait dengan hal tersebut, Hadi mengimbau relawan Prabowo-Hatta untuk tetap waspada hingga penghitungan suara di TPS.

"Segenap kader dan relawan Prabowo-Hatta agar selalu mengamankan basis TPS. Selain itu kami minta penyelenggara pemilu, dalam hal ini adalah Bawaslu, agar proaktif merespon temuan ini. Pelanggaran ini harus ditindak agar tidak menjalar ke wilayah lain," tegasnya.

Hadi, yang juga anggota DPRD Jateng ini, mengimbau masyarakat untuk tidak mudah tergoda dengan berbagai janji.

"Bagi masyarakat Jawa Tengah saya himbau jangan gadaikan bangsa kita dengan selembar uang. Tertangkapnya pelaku money politic ini menunjukkan mereka yang menuduh kita berbuat curang ternyata mereka yang berbuat curang," tandasnya. [gus]

Baca Selanjutnya

Inilah 8 Bukti Asing Dukung Jokowi

INILAHCOM, Jakarta - Direktur Eksekutif NCID Jajat Nurjaman mengatakan Pemilu Presiden 2014 sarat intervensi asing. Berbagai upaya dilakukan oleh orang asing di Indonesia dan di luar negeri untuk memenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Termasuk di antaranya adalah melakukan pembunuhan karakter Prabowo Subianto.

“Selama dua bulan terakhir, saya monitor dan terus kumpulkan bukti intervensi asing di Pemilu Presiden 2014. Ini membuktikan bahwa yang terjadi bukanlah spontanitas, tetapi terkoordinasi dengan baik oleh sebuah kekuatan besar. Mereka benar-benar tidak ingin Prabowo jadi Presiden RI menggantikan SBY” ungkap Jajat, Selasa (8/7/2014).

Berikut daftar delapan bukti intervensi asing di Pemilu Presiden 2014 yang dikumpulkan oleh NCID:

1) Pernyataan keberpihakan dari Majalah TIME dan Majalah The Economist. Kedua majalah ini secara terbuka mengatakan bahwa Prabowo tidak boleh sampai jadi Presiden RI.

2) Kemunculan penulis asal Amerika Allan Nairn dengan tulisan yang memojokkan Prabowo. Di kalangan diplomat Indonesia, Allan dikenal memiliki rekam jejak menulis berita palsu tentang TNI. Mantan Duta Besar Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal mengatakan “dia (Allan Nairn) sejak dulu selalu mencari peluang untuk memecah belah Indonesia.”

3) Adanya intimidasi kepada WNI yang hendak memilih di depan KJRI Perth, Australia oleh WNA yang mengkampanyekan kemerdekaan Papua. Mereka meminta WNI untuk memilih Joko Widodo dan mengatakan hanya orang bodoh yang memilih Prabowo. Tercatat beberapa WNI yang tinggal di Perth melaporkan kejadian ini melalui media sosial.

4) Pernyataan keberpihakan kepada Joko Widodo oleh artis-artis asal Amerika dan Inggris seperti Jason Mraz, Sting dan Akarna, serta bintang porno Vicky Vette. Pengumuman yang dilakukan H-1 menjelang pemilihan dengan penyeragaman agar jelas menunjukkan adanya koordinasi, bukan aksi spontanitas.

5) Kemunculan iklan yang mempromosikan Joko Widodo dan mendiskreditkan Prabowo Subianto di Google, YouTube dan jaringan iklan AdSense. Padahal di situsnya sendiri secara eksplisit Google melarang segala jenis iklan politik untuk ditayangkan di Indonesia.

6) Penutupan secara serentak beberapa akun yang secara terbuka tidak mendukung Joko Widodo, tidak lama setelah pertemuan Joko Widodo dengan direktur politik Twitter Peter Greenberger di Jakarta.

7) Pemberitaan palsu oleh Bloomberg mengenai transaksi saham MNC Group yang mendiskreditkan pasangan Prabowo-Hatta. Pada 20 Juni 2014, Bloomberg mengatakan bahwa Prabowo-Hatta memborong saham MNC Group. Padahal transaksi tersebut tidak pernah terjadi.

8) Pernyataan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Robert Blake pada 23 Juni 2014. Ia mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa Pemerintah RI harus mengusut dugaan kasus HAM Prabowo. Pernyataan terbuka ini memicu reaksi keras dari DPR karena merupakan bukti konkret campur tangan Amerika dalam Pemilu Presiden Indonesia.

Menurut Jajat, intervensi asing yang begitu kentara untuk mengurangi elektabilitas Prabowo justru mengkokohkan keyakinan rakyat Indonesia bahwa Prabowo adalah presiden yang harus dipilih pada 9 Juli 2014.
“Hal ini disebabkan oleh pernyataan legendaris Bung Karno tentang intervensi asing. Bung Karno mengatakan: Ingatlah pesanku, jika engkau mencari pemimpin, carilah yang dibenci, ditakuti, atau dicacimaki asing karena itu yang benar. Pemimpin tersebut akan membelamu di atas kepentingan asing itu. Dan janganlah kamu memilih pemimpin yang dipuji-puji asing, karena ia akan memperdayaimu” tutup Jajat menirukan Sukarno.

Baca Selanjutnya

Selasa, 08 Juli 2014

Alasan Forum Ulama Haramkan Memilih Jokowi-JK


REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) keluarkan maklumat haram untuk memilih pasangan Jokowi-JK dalam Pilpres mendatang. Alasannya, pasangan itu dianggap meresahkan dan mengancam eksistensi umat Islam. Pasangan itu juga dinilai akan berpotensi menciptakan iklim sentimen keagamaan yang dapat bermuara pada konflik horizontal.
Penilaian itu muncul atas keputusan dan rencana politik yang selama ini telah dinyatakan secara terbuka, baik oleh institusi maupun oleh tim sukses bila pasangan itu berhasil terpilih. FUUI yang selama ini menyatakan bersih dari politik praktis, kini merasa wajib untuk memberikan pandangannya. Pihaknya menyatakan, sikap itu muncul agar umat Islam tidak salah dalam memilih pemimpin.
Putusan maklumat ini diakui telah melalui proses yang panjang. Sejak berdiri pada tahun 2001, FUUI selalu menghindar untuk masuk dalam ranah politik praktis. "Saya perlu pertegas, ini tidak dalam posisi dukung mendukung salah satu calon, kami berkomitmen hanya untuk memikirkan umat, kami bersih dari kepentingan politik praktis," ujar Athian Ali Ketua FUUI, kepada wartawan di Masjid Al-Fajr, Jalan Cijagra, Kota Bandung, Senin (30/6).
Dalam pilpres tahun ini pihaknya mengeluarkan maklumat dalam bentuk istihad syar'i. Hal ini diakuinya untuk membimbing umat Islam agar mereka bisa memilih seuai dengan syariat Islam. Ia juga menyatakan bahwa pernyataan resmi ini dikeluarkan untuk menyelamatkan umat agar tidak mengambil keputusan yang salah.
Athian sendiri mengakui bahwa sangat mungkin maklumat yang dikeluarkan akan terkesan mendukung salah satu calon dan menafikan calon lain. Namun, ia mengklaim bahwa putusan ini murni ditinjau melalui dasar syar'i dan hukum Islam. "Kalau sudah bicara hukum ini tentu saja kita pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT, dunia akhirat," katanya.
Ia menambahkan bahwa sebenarnya secara syar'i, pihaknya tidak melihat sosok ideal pada dua calon presiden. Menurutnya tidak ada satupun calon presiden yang dianggap layak untuk dipilih mewakili umat. Namun, dalam hal ini mereka harus melihat mana yang nilai kerentanannya bagi umat paling rendah.
Ia tidak menafikkan adanya ajakan salah satu pihak Capres agar FUUI memberikan dukungannya. Namun, FUUI tetap menyatakan sampai detik ini tidak pernah tereseret dan tidak ada hubungan dengan salah satu timses manapun. "Kami sedang berusaha memberi kesan bahwa kami tidak mewakili capres manapun, jadi kami nggak ada niatan untuk merapat kepada capres manapun," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa putusan ini dikeluarkan salah satunya berkaitan dengan niat kubu Jokowi-JK untuk memperjuangkan pencabutan ketetapan MPRS No. 25 Tahun 1966 tentang Larangan Paham Komunisme. Hal itu menurutnya diikuti pula oleh keberpihakan kubu capres nomor dua itu kepada paham yang menurut Syariat Islam sesat, seperti Ahmadiyah, Islam Liberal, dan Syiah.
Pengharaman FUUI ini berangkat pula dari keinginan kubu Jokowi-JK untuk menolak Perda Syariat Islam. Hal ini diangap sebagai bentuk pernyataan terbuka terhadap kebencian pada Syariat Islam. "Karena secara UU No.11 tahun 2011 dan UU Otonomi Daerah sangat memungkinkan lahirnya sebuah Perda yang melindungi adat istiadat di daerah termasuk agama, pandangan, paham dan sebagainya. Seharusnya dihormati karena Islam salah satu dari enam agama yang diakui oleh negara," jelas Athian.

Baca Selanjutnya